DENPASAR, Balinews.id – Fakultas Hukum Unmas Denpasar kembali menyelenggarakan Kuliah Umum bertajuk “Transformasi Hukum dalam Era Disrupsi” pada Kamis (18/4) di Auditorium Lantai 4 Gedung Rektorat Universitas Mahasaraswati. Kuliah umum kali ini mengundang Komisioner Komisi Yudisial Republik Indonesia Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum. selaku narasumber.
Acara dibuka dengan sambutan dari Dekan Fakultas Hukum Unmas Denpasar, Dr. Ketut Lanang Sukawati P. Perbawa. Dalam pidatonya, Ia menyampaikan bahwa Kuliah Umum merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
“Saya mengucapkan terimakasih kepada Prof Mukti yang sudah berkenan memberikan materi ditengah perkembangan hukum yang kompleks, Kegiatan perkuliahan umum ini memang rutin dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” ujar Lanang.
Ia menyampaikan bahwa dinamika yang dihadapi oleh Komisi Yudisial berkaitan dengan pengangkatan Hakim Agung dan pengawasan Hakim. Harapnya, kedepan agar Komisi Yudisial dapat melaksanakan proses hukum yang lebih baik.
Saat memaparkan materi, narasumber Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum. menerangkan beberapa poin terkait fungsi Komisi Yudisial yang sangat erat kaitannya dengan pengawasan dan perlindungan Hakim.
“Tapi ada yang menarik, dimana KY selain mengawasi dan melindungi martabat hakim, juga memberi advokasi untuk meningkatkan integritas dan kemampuan para hakim,” jelas Guru Besar Pascasarjana FH Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Disamping itu, Ia juga menjelaskan mengenai berbagai isu hukum yang timbul dalam era disrupsi ini seperti kehilangan standar norma hukum, kacau nya sistem birokrasi, dan perluasan paradigma regulasi. Seiring perkembangan jaman, setiap teknologi berkembang dan loncat dari fungsinya.
“Jaman sekarang, sudah banyak inovasi aplikasi yang hadir, meski memiliki fungsi yang sama dengan metode yang lama, namun ia mengubah cara penggunaanya. Contohnya handphone, selain untuk menelpon juga bisa digunakan untuk mengambil foto, mendengar musik hingga mengakses internet,” jelas mantan Jubir Komisi Yudisial ini.
Namun, dengan berkembangnya dunia IT, Ia menuturkan bahwa hukum kehilangan standar norma untuk mengatur distruptive innovation ini. Menurutnya, regulasi dari otoritas kehilangan paradigma untuk mengatur lantaran konsep yang baru masih dianggap sama dan sejenis dengan yang lama. Menjadi suatu kekhawatiran apabila hukum tidak dapat mengidentifikasi aktivitas bisnis yang lahir dari Disruptive innovation.
“Padahal, dari kekosongan hukum itulah mulai timbul isu hukum yang dapat sewaktu-waktu menjadi permasalahan besar,” tambahnya.
Untuk menutup seminar, Prof Mukti menegaskan pentingnya untuk memahami dan mengadaptasi hukum dalam menghadapi era disrupsi, serta perlunya regulasi yang sesuai dan kesadaran masyarakat yang tinggi dalam menggunakan teknologi informasi. Ia juga mengajak para peserta untuk berkontribusi dalam menciptakan solusi-solusi yang efektif dalam menghadapi tantangan hukum di era yang terus berubah ini. (*)