Balinews.id – Sebelumnya, Mahfud MD mengutip pernyataan Yusril yang meminta agar MK tidak fokus pada masalah angka semata dalam penanganan sengketa pemilihan preisden. Mahfud menyebut bahwa pernyataan itu diucapkan Yusril ketika menjadi ahli pada sidang sengketa hasil Pilpres 2014 lalu, sedangkan kini Yusril menjadi ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran dalam sengketa hasil Pilpres 2024.
“Mahaguru hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi ahli pada sengketa hasil pemilu 2014, dan bersaksi di MK pada tanggal 15 Juli mengatakan bahwa penilaian atas proses pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan oleh MK,” kata Mahfud dalam sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2024.
Mahfud kembali mengutip pernyataan Yusul yang menyebut pandangan tersebut bukanlah pandangan lama, tetapi pandangan baru yang terus berkembang hingga dewasa ini.
“Menjadikan MK hanya sekadar ‘Mahkamah Kalkulator’, menurut Pak Yusril, adalah justru merupakan pandangan lama yang sudah diperbarui sekarang,” ujar Mahfud.
Merespon hal tersebut, kuasa hukum calon presiden nomor urut 2 Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa pendapatnya yang dikutip Mahfud MD adalah pendapat lama tahun 2014 dan bisa berubah seiring waktu.
“Pendapat lama dan pendapat baru, bukan berarti saya inkonsisten dengan pendapat saya 2014 itu,” kata Yusril di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).
Pada tahun 2014, Yusril menjadi saksi dalam sengketa pilpres dan menyebut MK tak seharusnya menjadi mahkamah kalkulator karena memiliki kewenangan memeriksa substansi penyelenggara pemilu.
“Bahkan dapat membatalkan hasil pemilu, itu betul saya ucapkan pada tahun 2014 ketika belum ada aturan tentang pembagian kewenangan,” katanya. Saat ini telah berlaku Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang membagi kewenangan pelanggaran pemilu ke beberapa lembaga.
Jika terjadi pelanggaran administratif, kewenangan ada pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pelanggaran pidana berada pada Gakkumdu. MK disebut hanya memiliki kewenangan mengadili perselisihan hasil pemilu, dan tidak memiliki wewenang untuk mengadili proses dan administrasi pemilu. (*)