Balinews.id

Jadi Tersangka, Begini Kronologi Dugaan Korupsi Impor Gula Tom Lembong

Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka impor gula tahun 2025-2026 (sumber: YT/Kejagung RI)

NASIONAL, Balinews.id – Penangkapan Tom Lembong dalam dugaan korupsi impor gula mengejutkan publik, Selasa (29/20/24). Ia ditangkap setalah Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI)  resmi menetapkannya seagai tersangka dalam kasus korupsi terkait impor gula pada periode 2015-2016, saat dirinya menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

Selain Tom Lembong, tersangka lain yang juga ditetapkan adalah CS, yang merupakan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, mengungkapkan kronologinya. Ia menyebutkan bahwa dalam rapat koordinasi antar kementerian pada 15 Mei 2014, disepakati bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu melakukan impor.

Namun, pada tahun 2015, Menteri Perdagangan Tom Lembong mengeluarkan izin untuk impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton, yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih.

Sesuai dengan keputusan Mendag dan Industri tahun 2004, hanya BUMN yang diizinkan untuk mengimpor gula kristal putih. Namun, berdasarkan persetujuan dari tersangka Tom, impor gula dilakukan tanpa adanya rapat koordinasi dengan instansi terkait dan tanpa rekomendasi kementerian untuk mengetahui kebutuhan yang sebenarnya.

Selanjutnya, pada 28 Desember, diadakan rapat koordinasi di bidang perekonomian yang dihadiri oleh Kementerian Perekonomian, di mana salah satu topik yang dibahas adalah bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 207 ribu ton.

Untuk mengatasi masalah ini, CS, selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, memerintahkan PT PPI untuk mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula. Sebagai catatan, seharusnya yang diimpor langsung adalah gula kristal putih oleh BUMN.

Delapan perusahaan swasta yang mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebenarnya memiliki izin sebagai produsen gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman.

Setelah impor dan pengolahan, PT PPI membeli gula tersebut, padahal sebenarnya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran melalui distributor yang terafiliasi, dengan harga Rp 16 ribu per kilogram. Harga itu lebih tinggi dari harga acuan Rp 13 ribu, dan tidak ada operasi pasar. Menurut Abdul Qohar, kerugian negara akibat tindakan ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 400 miliar. (*)