Balinews.id – Resesi ekonomi selalu ketakutan yang dihindari bagi seluruh dunia, termasuk Indonesia. Adanya perang Rusia-Ukraina menyebabkan adanya gejolak ekonomi, kenaikan suku bunga, inflasi, kelaparan, yang akan membuat dunia terancam resesi global. Presiden Jokowi beberapa kali mengingatkan para menteri hingga pejabat daerah mengenai kengerian ekonomi dunia tahun ini dan tahun depan.
“Tiap hari kita selalu diingatkan, kalau kita baca di media sosial, media online, semua mengenai resesi global. Tahun ini sulit dan tahun depan, sekali lagi saya sampaikan, akan gelap dan kita enggak tahu badai besarnya sekuat apa, enggak bisa dikalkulasi,” kata Jokowi dalam memberikan pengarahan kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pimpinan BUMN, Pangdam, Kapolda dan Kajati, di Jakarta Convention Center, Kamis (29/9).
.
Dilansir dari Kumparan.com, resesi berarti pertumbuhan ekonomi yang melambat. Suatu negara dikatakan mengalami resesi apabila mengalami pertumbuhan ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut. Kondisi ini memberikan efek domino yang luas kepada masyarakat dimana pertumbuhan ekonomi yang minus berarti kegiatan ekonomi tidak berjalan secara maksimal. Dalam kondisi pandemi, lesunya kegiatan ekonomi disebabkan oleh pembatasan aktivitas masyarakat secara signifikan.
.
Akibatnya banyak aktivitas perdagangan tidak berjalan lancar, pusat ekonomi lumpuh, dan membuat pemasukan seret. Maka, untuk menghindari kerugian, perusahaan biasanya melakukan penghematan besar-besaran, bahkan ada yang terpaksa mengurangi tenaga kerja. Hal ini bisa menimbulkan gelombang PHK. Lapangan pekerjaan akan semakin sempit, sehingga angka pengangguran juga makin meningkat. Banyaknya masyarakat yang menganggur akhirnya menyebabkan daya beli turun.
.
Seorang Ekonom bernama Piter Abdullah menjelaskan bahwa dampak resesi ekonomi akan berbeda tiap negara. Contohnya Singapura, meskipun negara tersebut mengalami resesi, namun rakyatnya masih akan sejahtera. Pemerintah Singapura jor-joran memberikan stimulus kepada rakyatnya. Mereka menganggarkan stimulus hampir SGD 100 miliar atau setara 20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura.
.
“Kalau menderita mungkin enggak, karena tingkat kesejahteraan mereka sudah tinggi. Mereka pasti mengalami penurunan income, tapi tidak membuat mereka jatuh ke jurang kemiskinan,” jelasnya. Di sisi lain, mengutip laman otoritas jasa keuangan (OJK), perlambatan ekonomi akan membuat sektor riil menahan kapasitas produksinya sehingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan sering terjadi bahkan beberapa perusahaan mungkin menutup dan tidak lagi beroperasi.
.
“Kinerja instrumen investasi akan mengalami penurunan sehingga investor cenderung menempatkan dananya pada bentuk investasi yang aman,” tulis OJK. Kemudian, ekonomi yang semakin sulit pasti berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat karena mereka akan lebih selektif menggunakan uangnya dengan fokus pemenuhan kebutuhan terlebih dahulu. ***