BaliNews.id-Dalam perjalanannya, sejarah Indonesia telah diwarnai oleh beberapa peristiwa teror yang berhasil mencekam masyarakat dan merenggut nyawa banyak orang. Rangkaian peristiwa Bom Bali hingga saat ini masih menjadi aksi mematikan yang menghantui sejarah Indonesia, khususnya di bidang pariwisata dan politik.
Hari ini, 12 Oktober 2021, menandai 19 tahun tragedi Bom Bali 1 yang adalah aksi teroris oleh sebuah kelompok keagamaan yang menyasar klub malam di kawasan Kuta, Bali. Aksi teror yang dikenal dengan sebutan Bom Bali 1 berhasil menyedot perhatian tak hanya masyarakat lokal namun juga internasional, khususnya Australia.
Pasalnya, banyak korban dari aksi pengeboman ini adalah turis-turis yang merupakan warga negara Australia. Peristiwa Bom Bali 1 dicatat memakan korban jiwa sebanyak 204 orang, termasuk 2 pelaku bom bunuh diri dan melukai 200 orang lainnya.
Anggota Jemaah Islamiyah, sebuah kelompok Islam ekstremis, diketahui menjadi dalang di balik peristiwa ini. Para anggota lantas dihukum karena pengeboman dan pada November 2008 Imam Samudra, Amrozi Nurhasyim dan Huda bin Abdul Haq dieksekusi oleh regu tembak.
Latar Belakang Aksi Pengeboman
Benih-benih rencana Bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002 mungkin telah ditaburkan pada sebuah kamar hotel di selatan Thailand 10 bulan sebelumnya. Pada pertemuan rahasia para agen dari jaringan militan Asia Tenggara Jemaah Islamiah (JI), Riduan Isamuddin, juga dikenal sebagai Hambali, diyakini telah memerintahkan strategi baru untuk mencapai sasaran empuk, seperti klub malam dan bar daripada situs-situs terkenal seperti kedutaan asing.
Namun baru pada Agustus 2002, Bali dipilih sebagai tempat tujuan aksi. Melansir dari bbc.com, menurut Ali Imron, yang dipenjara seumur hidup pada 2003 karena terlibat dalam penyerangan, dalam sebuah pertemuan di sebuah rumah di Solo, Jawa Tengah, “panglima lapangan” Imam Samudra mengumumkan rencana pengeboman Bali, dan pemimpin utama agen di plot pertama datang bersama-sama.
Kota Bali dipilih karena sering dikunjungi oleh orang Amerika dan rekan-rekan mereka, mengutip ucapan Ali Imron. Dikutipnya juga, Imam Samudra mengatakan itu adalah bagian dari jihad, atau perang suci, untuk “membela rakyat Afghanistan dari Amerika”. Namun faktanya, lebih banyak orang Australia dan Indonesia yang meninggal daripada orang Amerika, memicu spekulasi bahwa para komplotan itu tidak diberi tahu atau dimanipulasi oleh orang lain.
Hambali, yang saat ini berada dalam tahanan AS di Teluk Guantanamo, diyakini sebagai kontak Asia Tenggara untuk jaringan al-Qaeda Osama Bin Laden. Meski demikian ia dianggap tidak berperan aktif dalam plot Bali.
Misi Bunuh Diri
Para pengebom rupanya memiliki peran masing-masing. Seorang pria bernama Idris, yang kemudian dipenjara karena serangan bom lainnya, dituduh mengumpulkan dana dan mengatur transportasi dan akomodasi untuk para pengebom. Amrozi mengaku membeli bahan kimia dan minivan yang digunakan dalam ledakan di Sari Club.
Dia juga menyebut Dulmatin sebagai orang yang membantu merakit bom. Dia juga mengatakan bahwa seorang pria bernama Abdul Ghoni mencampur bahan peledak. Pria lain, Umar Patek, juga dihukum pada Juni 2012 karena membantu membuat bahan peledak.
Ali Imron mengatakan dia membantu membuat bom utama yang digunakan di Sari Club. Dia mengatakan sebuah van yang penuh dengan bahan peledak telah dibawa ke Sari oleh seorang pria bernama Jimi, yang tewas dalam ledakan itu. Seorang pria bernama Iqbal mengenakan rompi dengan bom di dalamnya, yang diledakkan di Paddy’s Bar.
“Tugas mereka adalah meledakkan bom,” kata Ali Imron. “Mereka siap mati.” Iqbal diketahui meninggal di Paddy’s Bar. Tapi Ali Imron juga mengatakan kepada polisi bahwa kedua bom itu meledak sebelum waktunya, yang membuat Iqbal terlambat keluar, jadi tidak jelas apakah dia sedang dalam misi bunuh diri atau bukan.
Pariwisata Bali Pasca Pengeboman
Serangan teroris 12 Oktober 2002 di Bali tak ayal merupakan kejutan yang mengerikan bagi Indonesia dan masyarakat internasional, sekaligus menghancurkan citra Bali yang damai dan tentram. Di luar korban jiwa yang tragis, pengeboman tersebut berdampak buruk pada mata pencaharian banyak orang di dalam dan di luar Bali, yang mana sangat memukul orang miskin dan rentan.
Mengutip laporan dari worldbank.org, dampak sosio-ekonomi keseluruhan dari pemboman Oktober 2002 sangatlah signifikan dan mendalam, terutama pada paruh pertama tahun 2003. Di luar penurunan awal yang tajam dalam kedatangan wisatawan dan dampaknya pada industri hotel dan perjalanan, ada penurunan langsung dalam permintaan untuk industri lain yang secara langsung melayani pariwisata, seperti supir taksi dan produsen kerajinan lokal.
Perusahaan kecil juga tampaknya menjadi yang paling terpukul. Terutama kabupaten-kabupaten yang lebih miskin di Bali, dan daerah-daerah yang saling terkait di tempat lain, merasakan dampak yang kuat terhadap pendapatan dan lapangan kerja pasca peristiwa bom Bali 1. Saat ini, meski telah 19 tahun berlalu, memori tentang peristiwa mematikan ini masih sesekali membayangi masyarakat Bali.
(ab/md)