Balinews.id – Pengusaha batu paras mengeluh! hal ini dikarenakan penjualan yang sangat minim, padahal stok barang melimpah. Akibatnya, mereka tidak bisa membayar upah karyawan. Seperti yang dialami pengusaha paras asal Banjar Glogor, Lodtunduh, Ubud, Lenju Kertawangi.
Ia mengatakan, stok parasnya melimpah, disetiap tempat menaruh paras penuh, nyaris tak ada tempat untuk menaruhnya lagi. Disisi lain, karyawannya terus bekerja, sehingga stok paras semakin menumpuk. “Selama pandemi ini, stok paras menumpuk. Kalo bisa menjerit mungkin saya sudah menjerit, karena nyaris tidak ada pemasukan,” ujar Lenju Kertawangi, Senin (14/3).
ia menjelaskan bahwa saat situasi normal, ia mempekerjakan 10 orang karyawan, tetapi sekarang tinggal 5 orang saja. “Saya tidak bisa bayar karyawan. 5 orang sudah saya rumahkan sementara. Sedangkan yang 5 orang masih kerja, tetapi ongkosnya belum saya bayar. Kalau ada penjualan, baru saya bisa bayar ongkos karyawan,” jelasnya.
Lenju Kertawangi juga berharap, pemerintah ikut memperhatikan nasib pengusaha paras. Saat ini menurutnya, proyek pemerintah justru menggunakan bahan dari luar daerah.
“Pengusaha paras di Gianyar menjerit, tetapi pengusaha dari luar Bali justru mendapatkan untung, karena parasnya digunakan,” ungkapnya. Ia sangat menyayangkan, semestinya pemerintah mendukung pengusaha lokal dengan menggunakan produknya. Tetapi ini justru sebaliknya, produk luar daerah yang digunakan. Seperti pembangunan Pasar Rakyat Gianyar, bahan yang digunakan bukan paras lokal, tetapi justru paras jogya,” ujarnya dengan kesal.
Untuk itu, kader PDIP ini mengharapkan, dalam pembangunan gedung gedung, terutama di wilayah Gianyar, agar menggunakan material lokal.”Material kita, termasuk batu paras, tidak kalah dengan paras luar daerah,” ungkapnya.
Menurutnya, paras Bali kalau disandingkan dengan bata, bangunan itu akan kelihatan lebih metaksu. “Bukan karena saya pengusaha paras ya, tetapi kenyataanya memang seperti itu,” tandasnya. (am)