Balinews.id – Tari Rejang Gede di Banjar Adat Tihingan, Kecamatan Bebandem diusulkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) lantaran memiliki keunikan dan menjadi tarian cukup langka.
Kabid Kebudayaan dan Kesenian, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Karangasem, I Nyoman Japa menjelaskan bahwa pengajuannya saat ini masih dalam proses di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun, ia memastikan jika dokumen serta persyaratan sudah dipenuhi untuk memuluskan usulan rejang gede sebagai warisan tak benda.
“Rejang gede jadi salah satu tarian yang berusia cukup tua. Tarian ini memiliki keunikan dan cukup langka,” tuturnya Rabu (23/8/2023).
Tarian rejang gede sendiri memiliki tiga komponen tarian. Seperti tarian rejang pinrih, lilit, dan manda. Tiga komponen tarian ini dibawakan oleh penari yang sama dengan jumlah penari empat orang.
Tarian rejang gede biasanya dipentaskan sebanyak 3 kali dengan waktu yang telah ditentukan. Hari pertama dipentaskan pada Redite Pon Wuku Medangsia, atau ngendahin. Dimana penari mementaskan Tari Rejang Gede di Pura Banjar, meliputi Tari Rejang Pinrih serta Lilit.
Hari kedua tarian ini ditarikan pada Soma Wage Wuku Medangsia, meliputi Rejang Pinrih, Lilit, dan Rejang Manda.
Perlu diketahui, sebelum mementaskan tarian ini, terdapat sebuah upacara khusus bernama Upacara prani yang digelar oleh krama adat Tihingan. Dalam Upacara tersebut berisi banten yang terbuat dari hasil bumi yang bermakna ungkapan rasa syukur sudah diberikan rezeki.
Karena keunikan tersebutlah mendorong, Disbudpar Karangasem mendaptarkan tarian ini sebagai warisan tak benda. Sebelumnya, Disbudpar Karangasem telah mengusulkan dan menetapkan beberapa tradisi sebagai warisan budaya tak benda. Beberapa diantaranya adalah tradisi Cakepung di Desa Budakeling, Tradisi Usaba Dimel yang berada Kecamatan Selat dan kesenian penting Karangasem. Ada juga tradisi megibung, dan tradisi mesabatan biu di Tenganan yang sudah tercatat menjadi warisan tak benda. (*)