DENPASAR, BALINEWS.ID – Perbekel Desa Bongkasa, Badung, I Ketut Luki diketahui meminta uang kepada kontraktor yang menangani proyek pembangunan pura di desa tersebut yang dananya berasal dari APBDesa Bongkasa tahun 2024 dan BKK Kabupaten Badung.
Kepala Subdirektorat 3 Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP M. Arif Batubara menerangkan bahwa Ketut Luki meminta uang sebagai syarat pencairan dana proyek dengan menghambat proses administrasi dan penandatanganan Surat Perintah Pembayaran.
“Uang tersebut diserahkan oleh pihak dari kontraktor untuk memastikan dana termin proyek dapat segera dicairkan,” terang Arif, Rabu (6/11).
Arif menambahkan bahwa berdasarkan pemeriksaan dari 4 orang saksi, tindakan ini dilakukan oleh tersangka Ketut Luki dengan cara menunda penandatanganan Surat Perintah Pembayaran (SPP) yang diperlukan untuk pencairan dana. Dengan demikian, Ia meminta sejumlah fee kepada kontraktor agar dana proyek pembangunan pura dapat dicairkan.
Ketut Luki pun ditangkap saat menghadiri acara Penilaian Implementasi Indikator Kabupaten/Kota Antikorupsi 2024 yang diselenggarakan KPK di Pusat Pusat Pemerintahan Badung pada Selasa (5/11) sekitar pukul 10.00 wita. Saat itu, Ia diduga menemui seseorang yang merupakan perantara kontraktor untuk menerima uang suap.
Petugas juga menemukan uang tunai senilai Rp 20,6 juta di saku celana milik Ketut Luki yang diduga merupakan hasil dari praktik pungutan tersebut. Tak sampai disana, petugas juga melakukan penggeledahan ke rumah tersangka di Banjar Tanggayuda, Bongkasa.
“Di rumah tersangka, petugas mengamankan berbagai barang bukti, termasuk dokumen proyek, perangkat elektronik, buku tabungan, serta sertifikat dan BPKB kendaraan yang diduga terkait dengan praktik ini,” tambahnya.
Pihaknya menjelaskan bahwa sejumlah kartu bank milik tersangka juga turut disita untuk mendalami aliran dana terkait.
Menurut AKBP Arif, tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf e dan a dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang melarang penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Pasal ini mengancam hukuman penjara hingga seumur hidup atau hukuman minimal empat tahun penjara, serta denda maksimal Rp 1 miliar.
“Kami masih terus menyelidiki kasus ini untuk menelusuri aliran dana dan kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam jaringan praktik korupsi ini,” ujar Arif. (*)