BADUNG, Balinews.id – Seorang warga negara Nigeria berinisial OAC (34) dideportasi dari Indonesia pada 8 Oktober 2024 melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Tindakan ini dilakukan setelah OAC dinyatakan melanggar hukum keimigrasian dengan kehilangan dokumen penting dan terlibat dalam kegiatan yang dinilai membahayakan keamanan dan ketertiban umum. OAC juga dimasukkan ke dalam daftar penangkalan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi.
Penangkapan OAC terjadi sebagai bagian dari operasi imigrasi yang lebih luas terhadap warga negara asing di Bali yang melebihi izin tinggal (overstay). Pada akhir Mei 2024, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menangkap 24 WNA dari Nigeria, Ghana, dan Tanzania, yang sebagian besar terlibat kasus overstay.
Delapan dari mereka, termasuk OAC, diduga sengaja menghilangkan paspor mereka untuk menghindari pengawasan pihak berwenang. Namun, tindakan ini tidak berhasil karena pihak imigrasi memiliki rekaman data keimigrasian lengkap.
OAC pertama kali diamankan oleh petugas imigrasi pada 29 Mei 2024 di kawasan Padangsambian Kelod, Denpasar Barat, Bali. Saat diperiksa, ia tidak dapat menunjukkan paspor atau dokumen keimigrasiannya, yang diakui hilang sejak Desember 2020 saat melakukan perjalanan dari Jakarta ke Bali. OAC terakhir kali tercatat memasuki Indonesia pada 27 Agustus 2019 melalui Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Atas pelanggarannya, OAC dijatuhi hukuman pidana penjara satu bulan dan denda Rp 20 juta oleh Pengadilan Negeri Denpasar pada 15 Agustus 2024. Karena tidak mampu membayar denda, OAC menjalani hukuman penjara selama satu bulan. Pelanggarannya melibatkan Pasal 116 Jo. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, menjelaskan bahwa kasus ini menunjukkan komitmen kuat pihak imigrasi dalam menegakkan hukum keimigrasian.
“Kami tidak akan ragu untuk menindak tegas warga negara asing yang melanggar aturan, baik terkait izin tinggal maupun aktivitas yang membahayakan ketertiban umum,” ujarnya.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menambahkan bahwa operasi rutin seperti ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Ia juga menekankan bahwa penangkalan terhadap WNA yang melanggar aturan bisa diberlakukan hingga enam bulan, atau bahkan seumur hidup dalam kasus serius yang mengancam keamanan nasional.
Operasi ini diharapkan dapat menjadi peringatan bagi WNA lainnya agar mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia. (*)