DENPASAR, Balinews.id – Terdakwa kasus korupsi sekaligus Mantan Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Gulingan, Ketut Rai Darta (54) menjalani sidang pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Denpasar pada Selasa (27/8).
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Anak Agung Made Aripathi Nawaksara, Rai Darta menghadapi serangkaian pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Badung, yang menyoroti modus operandinya dalam membuat kredit fiktif menggunakan nama puluhan nasabah dan prosedur yang tidak sesuai.
Terdakwa yang telah menjabat sejak tahun 1997, membela diri dengan mengklaim bahwa tindakannya dilakukan atas perintah mantan Bendesa Adat Gulingan, almarhum Nyoman Dhanu. Rai Darta mengungkapkan bahwa dia diminta oleh Dhanu untuk membantu dalam pengajuan pinjaman karena kebutuhan dana Dhanu sendiri.
Terdakawa awalnya diminta datang ke rumah mendiang Nyoman Dhanu di Gulingan Mengwi, Badung. Di sana terdakwa diminta membantu membuatkan pinjaman kredit karena Dhanu butuh dana. Rai mengaku sudah menyarankan agar pinjaman itu atas nama Dhanu langsung.
Namun, karena Dhanu sudah memiliki pinjaman sebelumnya di LPD, Rai diminta untuk menggunakan nama orang lain untuk menghindari terlihatnya pinjaman besar atas nama Dhanu.
“Saya menyarankan agar menggunakan nama Pak Dhanu, tetapi beliau sudah memiliki dua pinjaman di LPD, jadi saya diminta menggunakan nama orang lain,” ungkap Rai Darta dalam persidangan.
Lebih lanjut, Rai mengakui bahwa Dhanu secara aktif terlibat dalam menentukan nama-nama yang akan dipakai untuk kredit fiktif tersebut, bahkan sampai menggunakan nama mertuanya sendiri. Seluruh uang dari pinjaman-peminjaman ini, menurut Rai, disalurkan kepada Dhanu, sementara dirinya tidak mendapat keuntungan apa pun dari transaksi tersebut. Setelah itu, banyak lagi nama yang disalahgunakan untuk kredit fiktif, yang diklaim oleh Rai diajukan oleh Dhanu sendiri.
“Beberapa dari pinjaman tersebut menggunakan jaminan, sementara yang lain tidak,” tambahnya.
Semua uang yang dicairkan dari pinjaman-pinjaman tersebut diberikan kepada almarhum Dhanu, sedangkan Rai mengaku tidak menerima apa pun dan tidak dijanjikan keuntungan. Akibatnya, terdakwa dipertanyakan mengapa ia tetap membantu Dhanu meski mengaku tidak mendapatkan apa pun.
Rai menjawab bahwa ia menuruti perintah karena merasa tertekan atau terancam oleh Dhanu. Namun anehnya, ia tidak dapat menjelaskan secara konkret bentuk tekanan atau ancaman tersebut. Terdakwa juag mengungkap bahwa dirinya menyadari kondisi keuangan LPD Adat Gulingan tidak sehat.
Bahkan, pada tahun 2020, LPD mengalami kerugian lebih dari setengah miliar rupiah. Untuk menutupi kerugian tersebut, Rai mencairkan sejumlah deposito nasabah, lagi-lagi atas saran Dhanu.
“Tujuannya adalah untuk menampilkan seolah-olah keuangan LPD masih baik-baik saja,” ujarnya.
Ironisnya, Rai tetap mencairkan dana yang disebut sebagai jasa untuk dirinya dan pegawai LPD, dengan dirinya pribadi menerima Rp 5 juta hingga Rp 6 juta setiap bulan. Setelah pemeriksaan terdakwa ini, sidang akan dilanjutkan dengan agenda tuntutan dua minggu mendatang. (*)