DENPASAR, Balinews.id – Terdakwa pemerasan investor sekaligus Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana, dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda senilai Rp. 200 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar pada Kamis (3/10).
Majelis Hakim yang dipimpin oleh Gede Putra Astawa menilai bahwa perbuatan Riana telah melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan denda senilai Rp 200 juta,” terang Astawa.
Kasus ini menarik perhatian luas, terutama mengenai pemanfaatan jabatan Bendesa Adat dalam pengurusan izin investor. Selama lebih dari empat bulan, perkara ini telah disidangkan, menjadi acuan penanganan tindak pidana serupa di masa mendatang.
Riana, yang menerima insentif dari APBD Badung dan Pemprov Bali, terbukti meminta uang sebesar Rp 10 miliar kepada saksi Adianto Nahak T Moruk. Permintaan ini tidak disampaikan kepada perangkat desa lainnya, melainkan secara langsung, yang memenuhi unsur pemaksaan. Pihak majelis hakim menolak argumen penasihat hukum yang mengklaim bahwa kasus ini adalah suap, mengingat ada bukti percakapan WhatsApp yang menunjukkan tindakan pemaksaan tersebut.
Unsur kerugian negara tidak terbukti dalam kasus ini, dan majelis hakim mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk pertentangan tindakan Riana dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
“Adapun hal yang meringankan yakni terdakwa belum pernah dihukum dan berperilaku sopan,” tambahnya.
Putusan ini lebih ringan dua tahun dibandingkan tuntutan jaksa, yang meminta enam tahun penjara. Setelah mendengar putusan, terdakwa dan jaksa penuntut umum diberi waktu satu minggu untuk memikirkan langkah selanjutnya. (*)